BLORA, Radar Bojonegoro - Upah minimum kabupaten (UMK) Rp 2,1 juta dirasa belum bisa menyejahterakan buruh di Blora. Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Blora Subandi menilai, besaran UMK tersebut hanya cukup bagi buruh lajang.
Baca Juga: Hari Ini Manasik, Kemenag Blora Petakan CJH Lansia. Ada Sembilan Lansia Prioritas
’’Sedangkan untuk yang sudah berkeluarga, jumlah UMK tahun ini (Rp 2,1 juta) tidak cukupi kebutuhan,” ungkapnya. Pasalnya, lanjut dia, penghitungan UMK tidak melihat kebutuhan buruh di daerah.
Subandi menjelaskan, hitung-hitungan yang ditetapkan pemerintah pusat perlu direvisi. Dengan cara menghitung UMK berdasar kondisi kebutuhan buruh yang ada di daerah.
’’Harapan kami, Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Blora jadi penjembatan agar kenaikan tidak hanya berdasar hitungan yang diterapkan pemerintah pusat,” katanya.
Selain itu, menurut Subandi, Dinas Perindustrian dan Ketenagakerjaan (Dinperinaker) Blora perlu memasifkan monitoring upah di setiap perusahaan. Hal itu dirasa perlu untuk mengetahui buruh mana saja yang masih dibayar di bawah UMK.
Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Blora Agung Pujo membenarkan, bahwa UMK saat ini dirasa belum sejahterakan buruh. Menurutnya, hal itu terganjal dengan aturan baru yang diberlakukan pemerintah pusat.
Termasuk, UU Cipta Kerja yang ditolak oleh para buruh. ’’Saat ini, kami sedang melakukan demonstrasi di Semarang,” katanya kemarin (1/5). (luk/bgs)
Artikel Terkait
643 CJH Kabupaten Blora Jalani Manasik di Kecamatan
Pabrik Biomassa Gandeng 6 Ribu Petani di Kabupaten Blora
Maksimalkan Potensi, Pemkab Blora Minta Masukan Kemenko Perekonomian